Sejarah Singkat Gereja Bethel Indonesia
Sejarah Singkat Gereja Bethel Indonesia
Dengan pergumulan doa dan puasa, maka Tuhan membuka jalan dengan ajaib, sehingga pada tanggal 6 Oktober 1970 di kota Sukabumi, Jawa Barat, lahirlah Gereja Bethel Indonesia (GBI).
Dengan singkat kami tuturkan sejarahnya sebagai berikut:
Pada tahun 1992 Pendeta W.H. Offiler dari “Bethel Pentacostal Temple Inc.” di Seattle, Washington, USA mengurus dua orang missionarinya,yaitu Rev. Van Kleveren dan Groesbeek, bangsa Amerika keturunan Belanda. Dengan Rev. J. Thiessen dan F.G. Van Gessel mereka merupakan pionir dari “Gerakan Pantekosta” di Indonesia. Mula-mula mereka memberitakan Injil di Bali, tetapi dengan pimpinan Tuhan mereka pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen injili yang bekerja pada Bataafsche Petroleum Maatschappij (Perusahaan Minyak Belandsa).
Groosbeek mengambil kedudukannya di Cepu, tetapi Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur. Van Gessel tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian “Vrije Evangelisatie Bond” yang dipimpin oleh Ds.C.H. Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendjik). Groosbeek mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel.
Di bulan Januari 1923 Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia menerima baptisan Roh Kudus sesuai dengan Friman Tuhan. Suaminya F.G. Van Gessel juga menerima baptisan Roh Kudus, beberapa bulan kemudian. Jemaat Cepu yang kecil itu, pada 30 Maret 1923 telah mengadakan Baptisan Air yang pertama. Groesbeek mengundang J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung untuk turut hadir dalam pelayanan baptisan air yang pertama ini.
Pada hari Jumat Agung itu lima belas jiwa baru telah dibaptiskan. Dalam kebaktian-kebaktian yang diadakan bersama itu, sepuluh anggota lagi menerima Baptisan Roh Kudus. Tuhan bekerja dengan heran dan menyembuhkan banyak orang sakit secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu. Dan inilah permulaan dari kegerakan Pantekosta di Negara Indonesia.
Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, dan Van Gessel pegawai tinggi BPM itu telah menjadi Evangelist dan meneruskan memimpin Jemaat Cepu. Pada bulan April 1926 berpindah lagi ke Groesbeek dan Van Klaveren ke Batavia (Jakarta). Van Gessel merasa panggilan Tuhan untuk memimpin Jemaat Tuhan di Surabaya, maka ia meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya.
Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang dengan pesat di tengah-tengah segala angin ribut perlawanan. Sementara itu banyak cabang-cabang jemaat telah dibuka di mana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja Pantekosta di Indonesia).
Pada tahun 1932 Tuhan memberkati jemaat-Nya di Surabaya dengan sebuah Gedung Gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).
Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya “Studi Tabernakel”, tahun 1935. Sementara itu Bethel Pentacostal Temple di Seattle, Washington, dalam tahun 1935 itu, mengurus beberapa Missionari lagi. Satu di antaranya yaitu, W.W. Patterson membuka Sekolah Akitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, misionari-misinonari itu membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.
Sesudah pecah perang, maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk menggantikan F.G Van Gessel . Roh Nasionalisme yang masih berkobar-kobar pada waktu itu, juga meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja Pentakosta hal mana menyadari Van Gessel bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin.
Antara pendeta-pendeta yang tidak merasa puas dengan keadaan rohani Gereja Pentakosta di kala itu, adalah Pdt. H.L Senduk. Keberatan juga diajukan terhadap kekuatan otoriter dalam Pengurus Pusat Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini mengakibatkan sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, dan pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, membentuk suatu Organisasi Gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).
Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). H.L, Senduk adalah Pendeta dari jemaatnya di Jakarta sedangkan Van Gessel memimpin jemaatnya di dua kota yang terpenting di Indonesia yaitu Jakarta dan Surabaya.
Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu dibawah Pemerintahan Belanda). Jemaatnya di Surabaya diserahkannya kepada anak mantunya, Pdt. C. Totays. di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu Organisasi baru yang bernama “Bethel Pinkesterkerk” (sekarang Bethel Pentakosta).
Pada tahun 1957, Van Gessel meninggal dunia, akhirnya pelayanan diteruskan oleh anak mantunya, C. Totays, sebagai pimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk.
Sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka pada tahun 1962 semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke Nederland. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.
Roda sejarah berputar terus, dan GBIS dibawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat. Tetapi GBIS ini merupakan suatu proses untuk melahirkan suatu Gereja yang lebih dinamis. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi H.L. Senduk. Puncak krisisnya adalah pada tahun 1968/1969 dimana oleh suatu keputusan Menteri Agama, mereka menghadapi jalan buntu yang mati total. Gereja menghadapi kehancuran atau....."harus ikut arus" yaitu melawan hati nurani sendiri dan melawan Firman Tuhan.
Dengan pergumulan doa dan puasa, maka Tuhan telah membuka jalan dengan ajaib, sehingga pada 6 Oktober 1970 di kota Sukabumi, Jawa Barat, H.L. Senduk dan rekan-rekannya dapat membentuk suatu Organisasi Gereja baru yang bernama “Gereja Bethel Indonesia” (GBI) yang pada tahun 1972 telah diakui oleh Pemerintah dengan sah sebagai suatu KERKGENOOTSCHAP, yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia.
Mulai dengan hanya kurang dari 20 jemaat, tetapi saat ini jumlah jemaat GBI mencapai 4.500-an, yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air dan Luar Negeri, sedangkan jumlah pejabat sebanyak kurang lebih 15.000 orang. Tuhan Yesus Kepala Gereja GBI akan terus memimpin dan mengembangkan Gereja-Nya sesuai dengan rencana-Nya untuk bangsa Indonesia.
sumber: webbsite Sinode GBI
Dengan pergumulan doa dan puasa, maka Tuhan membuka jalan dengan ajaib, sehingga pada tanggal 6 Oktober 1970 di kota Sukabumi, Jawa Barat, lahirlah Gereja Bethel Indonesia (GBI).
Dengan singkat kami tuturkan sejarahnya sebagai berikut:
Pada tahun 1992 Pendeta W.H. Offiler dari “Bethel Pentacostal Temple Inc.” di Seattle, Washington, USA mengurus dua orang missionarinya,yaitu Rev. Van Kleveren dan Groesbeek, bangsa Amerika keturunan Belanda. Dengan Rev. J. Thiessen dan F.G. Van Gessel mereka merupakan pionir dari “Gerakan Pantekosta” di Indonesia. Mula-mula mereka memberitakan Injil di Bali, tetapi dengan pimpinan Tuhan mereka pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen injili yang bekerja pada Bataafsche Petroleum Maatschappij (Perusahaan Minyak Belandsa).
Groosbeek mengambil kedudukannya di Cepu, tetapi Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur. Van Gessel tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian “Vrije Evangelisatie Bond” yang dipimpin oleh Ds.C.H. Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendjik). Groosbeek mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel.
Di bulan Januari 1923 Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia menerima baptisan Roh Kudus sesuai dengan Friman Tuhan. Suaminya F.G. Van Gessel juga menerima baptisan Roh Kudus, beberapa bulan kemudian. Jemaat Cepu yang kecil itu, pada 30 Maret 1923 telah mengadakan Baptisan Air yang pertama. Groesbeek mengundang J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung untuk turut hadir dalam pelayanan baptisan air yang pertama ini.
Pada hari Jumat Agung itu lima belas jiwa baru telah dibaptiskan. Dalam kebaktian-kebaktian yang diadakan bersama itu, sepuluh anggota lagi menerima Baptisan Roh Kudus. Tuhan bekerja dengan heran dan menyembuhkan banyak orang sakit secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu. Dan inilah permulaan dari kegerakan Pantekosta di Negara Indonesia.
Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, dan Van Gessel pegawai tinggi BPM itu telah menjadi Evangelist dan meneruskan memimpin Jemaat Cepu. Pada bulan April 1926 berpindah lagi ke Groesbeek dan Van Klaveren ke Batavia (Jakarta). Van Gessel merasa panggilan Tuhan untuk memimpin Jemaat Tuhan di Surabaya, maka ia meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya.
Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang dengan pesat di tengah-tengah segala angin ribut perlawanan. Sementara itu banyak cabang-cabang jemaat telah dibuka di mana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja Pantekosta di Indonesia).
Pada tahun 1932 Tuhan memberkati jemaat-Nya di Surabaya dengan sebuah Gedung Gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (gereja yang terbesar di Surabaya pada waktu itu).
Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya “Studi Tabernakel”, tahun 1935. Sementara itu Bethel Pentacostal Temple di Seattle, Washington, dalam tahun 1935 itu, mengurus beberapa Missionari lagi. Satu di antaranya yaitu, W.W. Patterson membuka Sekolah Akitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, misionari-misinonari itu membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.
Sesudah pecah perang, maka pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk menggantikan F.G Van Gessel . Roh Nasionalisme yang masih berkobar-kobar pada waktu itu, juga meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja Pentakosta hal mana menyadari Van Gessel bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin.
Antara pendeta-pendeta yang tidak merasa puas dengan keadaan rohani Gereja Pentakosta di kala itu, adalah Pdt. H.L Senduk. Keberatan juga diajukan terhadap kekuatan otoriter dalam Pengurus Pusat Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini mengakibatkan sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, dan pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, membentuk suatu Organisasi Gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).
Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). H.L, Senduk adalah Pendeta dari jemaatnya di Jakarta sedangkan Van Gessel memimpin jemaatnya di dua kota yang terpenting di Indonesia yaitu Jakarta dan Surabaya.
Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu dibawah Pemerintahan Belanda). Jemaatnya di Surabaya diserahkannya kepada anak mantunya, Pdt. C. Totays. di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu Organisasi baru yang bernama “Bethel Pinkesterkerk” (sekarang Bethel Pentakosta).
Pada tahun 1957, Van Gessel meninggal dunia, akhirnya pelayanan diteruskan oleh anak mantunya, C. Totays, sebagai pimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk.
Sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka pada tahun 1962 semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke Nederland. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.
Roda sejarah berputar terus, dan GBIS dibawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat. Tetapi GBIS ini merupakan suatu proses untuk melahirkan suatu Gereja yang lebih dinamis. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi H.L. Senduk. Puncak krisisnya adalah pada tahun 1968/1969 dimana oleh suatu keputusan Menteri Agama, mereka menghadapi jalan buntu yang mati total. Gereja menghadapi kehancuran atau....."harus ikut arus" yaitu melawan hati nurani sendiri dan melawan Firman Tuhan.
Dengan pergumulan doa dan puasa, maka Tuhan telah membuka jalan dengan ajaib, sehingga pada 6 Oktober 1970 di kota Sukabumi, Jawa Barat, H.L. Senduk dan rekan-rekannya dapat membentuk suatu Organisasi Gereja baru yang bernama “Gereja Bethel Indonesia” (GBI) yang pada tahun 1972 telah diakui oleh Pemerintah dengan sah sebagai suatu KERKGENOOTSCHAP, yang berhak hidup dan berkembang di bumi Indonesia.
Mulai dengan hanya kurang dari 20 jemaat, tetapi saat ini jumlah jemaat GBI mencapai 4.500-an, yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air dan Luar Negeri, sedangkan jumlah pejabat sebanyak kurang lebih 15.000 orang. Tuhan Yesus Kepala Gereja GBI akan terus memimpin dan mengembangkan Gereja-Nya sesuai dengan rencana-Nya untuk bangsa Indonesia.
sumber: webbsite Sinode GBI